Kamis, 14 Juni 2007

MASYARAKAT, LSM, DAN GEDUNG MEGA ELTRA

SEJARAH GEDUNG

Gedung Lindetevis Stokvis yang pernah digunakan oleh PT. Mega Eltra di dirikan tahun 1912. Perusahaan Lindetevis Stokvis di di dirikan di Semarang tahun 1889 oeh Van Der inde & Taves. Mereka adalah pedagang barang-barang yang terbuat dari metal dan suppier kebutuhan berbagai perusahan perkebunan. Perjaanan perusahaan ini awalnya tahun 1903 di Keizersgracht, Amsterdam. Dan pada tanggal 1 Januari 1910 perusahaan ini mengambil aih sebuah perusahaan asal Hindia Belanda bernama R. S. Stokvis and Sons Ltd di Rotterdam. Seteah itu baru berubah nama menjadi Lindetevis-Stokvis.
Pada tahun-tahun setelah itu, perusahaan Lindetevis Stokvis membuka cabang di Batavia, Jogyakarta, Surabaya, Tegal dan Bandung, karena usahanya di luar pulau Jawa semakin maju, khususnya di kawasan perkebunan di Pantai timur Sumatera, maka pada tahun 1912 perusahaan ini membuka kantor di Medan dan sebuah cabang di Pematang Siantar.
Gedung Lindetevis Stokvis yang kemudian kita kenal sebagai gedung Mega Eltra adalah saksi sejarah bahwa kota Medan pernah menjadi pusat bisnis termuka di Sumatera. Selain sebagai kantor perusahaan supplier barang-barang kebutuhan perkebunan, gedung itu juga digunakan tempat penjualan keperluan umum seperti halnya Mall sekarang ini. Menurut cerita, saat Jepang masuk ke kota Medan melalui Pantai Cermin, orang-orang Belanda yang mengurusi gedung dan pertokoan itu lari-lari orang Poh An Tui datang menjarah barang-barang tertangap lalu di pancung tentara Jepang. Kepalanya di pajangkan di seberang pertokoan itu untuk memberikan efek jera kepada masyarakat.


SIAPA YANG DI UNTUNGKAN DAN SIAPA YANG DIRUGIKAN?

Bila ditinjau dari aspek kebijakan pemerintah kota dan apa saja kebijakan yang menyebabkan masyarakat semakin terabaikan dan siapa yang diuntungkan dengan system pengelolaan Sumberdaya seperti sekarang ini, tentu hanya segelintir orang yang diuntungan, dalam hal ini adalah para pemilik modal, mereka yang dekat dengan kekuasaan dan para pengambil kebijakan di tingkat atas.
Sementara itu dengan diterapan system penataan kota seperti sekarang ini, dengan melahirkan berbagai kebijakan-kebijakan di masa lalu yang menyebabkan masyarakat dirugikan, kita lihat dampaknya terhadap masyarakat di dalam dan dipinggiran kota dari berbagai kebijakan yang dipergunakan untuk penguasaan dan pengelolaan atas lahan atau tanah sangat merugikan masyarakat yang tinggal di dalam dan dipinggiran kota, karena masyarakat yang ada di dalam dan dipinggiran ota hidupnya yang tergantung dengan lahan atau tanah.
Kalau dipandang dari sisi ekonomi dengan lahirnya berbagai ebijakan tentang pengelolaan dan pemanfaatan ruang dan ahan, memudahan pemilik moda atau pengusaha berdatangan kesekitar dalam dan pinggiran kota, dengan kehadiran pengusaha apa lagi dengan daih menggandeng Penanam Modal Asing (PMA) inilah yang menyebabkan penghasilan masyarakat kota dan sekitarnya semakin berkurang. Terang dan lahan kota menyimpan banyak sumber penghidupan bagi masyarakat bawah sekitar kota.
Logikanya, dengan kedatangan pemodal yang menggandeng PMA secara otomatis akan mempengaruhi pendapat masyarakat, baik dari sisi positip dan negatip-nya. Kita tahu sifat dari pengusaha misalnya saja pengusaha property atau rea eastet melakukan eksploitasi ruang dan lahan kota dengan menggunakan peminjaman kekuasaan dan kekuatan pemerintah dan beking TNI/Polri, sehingga masyarakat pinggiran dan bawah ini menjadi ketakutan dan lari. Pembangunan dengan sengaja membua ruang dan lahan kota seperti penghancuran bangunan bersejarah atau cagar budaya dengan dalih gedung tersebut belum terdaftar di dalam Peraturan Daerah (Perda) sehingga perlu diperbaharui agi.
Sementara itu kalau dari segi kehidupan social budaya masyarakat sekitar dalam dan pinggiran kota Medan sangat dirasakan oleh masyarakat kota, penghancuran gedung bersejarah dan cagar budaya adaah ancaman terhadap kehidupan budaya dan ilmu pengetahuan.


MENGAPA MASYARAKAT DAN LSM MENOAK?

Asi penolakan terhadap penghancuran gedung Mega Eltra (Lindetevis Stokvis) di Medan yang dilakukan oleh Masyarakat, LSM, dan Mahasiswa, adaah aksi sebagai protes terhadap ketidak pedulian pemerintah kota Medan dan DPRD Kota Medan terhadap asset budaya dan pariwisata di Kota Medan. Lebih jauh lagi, sebagai aksi tersebut adalah symbol dari jeritan masyarakat kecil terhadap kekuasaan yang semena-mena.
Gedung Mega Eltra di jalan Brigjend Katamso No. 52-54 Medan yang dulu bernama Lindetevis-Stokvis dan kini telah di jual kepada pemilik barunya bernama Suwandi Wijaya dan Edy Johan (Lim Lie Tju) dari PT. Sewangi dihancurkan oleh pemilik baru gedung Mega Eltra dengan bantuan Pasukan Yon Zipur I/BB.
Penghancuran ini ditentang oleh masyarakat, LSM, dan Mahasiswa diantaranya Badan Warisan Sumtra (BWS), Yayasan Komunitas Indonesia Baru (Kibar), Yayasan Pemberdayaan Ekonomi Lingkungan Rakyat (Pekat), Konsorsium LSM-NGOs Sumatera Utara, Yayasan Citra Keadilan (YCK), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Yayasan Lembaga Advokasi Petani (LAP), Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) Sumatera Utara, Laboratorium Kota Jurusan Arsitektur USU, Forum Komunikasi Pengacara-61 (FKP-61), Habitat Seni Lak-Lak, Mahasiswa Jurusan Arsitektur ITM, Pusat Pengekajian Pembangunan Regional (P3R) Sumatera Utara, dan perorangan dari masyuarakat yang bersimpatik kepada masalah gedung bersejarah dan cagar budaya. Akhirnya disepakati bersama oleh LSM/Ornop dan personil yang tergabung untuk bersatu dalam ‘Masyarakat Peduli Bangunan Bersejarah (MPBB)”.
Pelajaran yang sangat berharga, dari kasus penghancuran gedung Mega Eltra dimana Pemko Medan dan DPRD Medan harus segera merevisi Perda Perlindungan Bangunan Bersejarah atau Cagar Budaya sehingga tidak ada lagi penghancuran bangunan bersejarah seperti antor Bupati Deli Serdang (Gedung Kerapatan) jalan Brigjend Katamso, Gedung South East Asia Bank jalan Pemuda, dan Kantor PU Kota Medan di jalan Listrik. Uniknya ketiga gedung ini telah dilindungi (terdaftar) di dalam Perda No. 6 tahun 1988 Pemko Medan namun kini telah hancur semuanya.
Akibatnya, kebingungan melanda setiap masyarakat, bagaimana tidak bingung yang dilindungi saja dihancurkan apa lagi yang tidak dilindungi. Aksi yang dilakukan oleh masyarakat, LSM, dan Mahasisiwa tidak pernah bermaksud menentang pembangunan baru, justru menawaran kerjasama dan sukarela tanpa imbalan apapun untuk penyelamatan gedung bersejarah atau cagar budaya di Kota Medan. Kami berpendapat sebenarnya kecantikan dan keunikan desain bangunan Mega Eltra dapat dijadikan nilai tambah bagi keberhasilan proyek tersebut dari sudut desain dan daya tarik bagi pengunjung. Bukti, ratusan proyek di berbagai belahan dunia telah membuktikan bahwa mempertahankan gedung lama atau wajah lama dan menjadikan bagian dari desain bangunan baru menghemat biaya daripada menghancurkannya, serta menambah nilai estitika, pamor dan keindahan proyek tersebut.
Kemudian aksi ini juga memprotes cara-cara pembongkaran yang dilakukan secara diam-diam tanpa selembar surat izin dari Pemko Medan dan menggunakan tenaga dari prajurit Yon Zipur I/BB merupakan suatu ketidaklaziman yang mengidikasikan bahwa dengan membongkar bangunan tersebut akan mengundang reaksi dari masyarakat walaupun bangunan Mega Eltra belum tercantum di dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 6 Tahun 1988 tentang Perlindungan Bangunan Tua.


KRONOLOGIS PENGHANCURAN GEDUNG MEGA ELTRA

Tanggal 10 September 1999
Badan Warisan Sumatra (BWS) mengajukan permohonan dan masukan tertulis dilengkapi data agar gedung Mega Eltra dilindungi oeh Perda No. 6 Tahun 1988 tentang Perlindungan Bangunan Tua. Namun yang terjadi hingga penghancuran gedung usulan tidak ditanggapi, bahkan dikabaran dokumen yang diserahkan BWS kepada Pemko dan DPRD Kota Medan tersebut telah hilang, bahkan bekasnya pun tidak kelihatan, dengan arti kata lain dokumen usulan BWS tersebut lenyap tanpa bekas di Arsip Negara Pemko dan DPRD Kota Medan.

Tanggal 27 Juli 2001
Kembali BWS menulis surat kepada Walikota Medan, Dinas-dinas terkait dan PT. Mega Eltra mengenai eprihatinan BWS karena gedung Lindetevis Stokvis yang digunakan Mega Eltra tidak terpelihara dengan baik dan BWS menawarkan bantuan berupa masukan agar pemanfaatan gedung Mega Eltra untuk fungsi yang baru tidak harus menghancuran bangunan yang lama karena di bagian beakang gedung masih ada halaman kosong yang reatif luas. Usulan tersebut tidak mendapat tanggapan.

Tanggal 15 Mei 2002
Penghancuran gedung Mega Eltra dimulai dengan pembongkaran atap bangunan yang dilakukan oleh para prajurit Yon Zipur I/BB. EWS mencari data mengenai penghancuran gedung Mega Eltra kepada berbagai pihak melalui telepon, kunjungan dan kontak-kontak intensif lainnya.

Tanggal 16 Mei 2002
Ditempat yang lain, Yayasan Komunitas Indonesia Baru (Kibar) dan Konsorsium LSM-NGOSs Sumatera Utara mengadakan diskusi khusus dan dihadiri beberapa rekan wartawan dari media terbitan kota Medan, antara lain Harian Umum Perjuangan, Medan Pos, dan Portibi DNP. Acara diskusi di secretariat Konsorsium LSM-NGOs Sumatera Utara, jalan Teratai No. 26 Medan membicarakan penghancuran gedung Mega Eltra.

Tanggal 17 Mei 2002
Harian Umum Perjuangan memberitakan penghancuran Gedung Mega Eltra.

Tanggal 18 Mei 2002
Kembali Harian Perjuangan dan Portibi DNP memberitakan penghancuran Gedung Mega Eltra hasil dari Diskusi. Dan rekan-rekan dari Yayasan Kibar serta Konsorsium LSM-NGOs Sumatera Utara mencoba mencari data-data tentang gedung Mega Eltra kepada rekan-rekan LSM/NGO lainnya seperti FKP-61, Yayasan Citra Keadilan dan Yayasan Pemberdayaan Ekonomi Lingkungan Rakyat (Pekat). Hasil yang diperoleh adalah saran untuk menghubungi rean-rekan di Badan Warisan Sumatra (BWS) yang secara khusus menangani Bangunan Bersejarah dan Bangunan Cagar Budaya. Yayasan Kibar menghubungi BWS melalui telepon dan di sepakati untu melakukan pertemuan lanjutan.

Tanggal 20 Mei 2002
Bertemunya rean-rekan LSM di Konsorsium LSM-NGOs Sumatera Utara, dan disepaati untuk melakukan penekanan public ke Pemko dan DPRD Medan tentang Gedung Mega Eltra.

Tangga 21 Mei 2002
BWS mengeluarkan pernyataan sikap mengenai penghancuran gedung Mega Eltra. Dan mulai menerma banyak telepon dan email dari warga ota Medan maupun kota-kota lain di Indonesia yang menyatakan keprihatinan terhadap penghancuran gedung Mega Eltra.

Tanggal 22 Mei 2002
Kembali Harian Waspada memberitakan penghancuran gedung Mega Eltra dan Pemko Medan berbicara melalui Bagian Humas. Drs. H. Arlan Nasution, mengatakan bangunan Mega Eltra tersebut tidak tercantum dalam daftar bangunan yang dilindungi. Seluruh bangunan yang bernilai sejarah Arsitetur keperbukalaan, itu memang jelas dilindungi. Tetapi jika tidak masuk dalam daftar bangunan bernilai sejarah, boleh-boleh saja diaihkan kepada pihak ketiga misalnya, Pemko Medan tidak mencampuri terlalu jauh. Demikian siaran pers Pemko Medan.

Tanggal 23 Mei 2002
Kembali Portibi DNP mengeluarkan berita tentang penghancuran gedung Mega Eltra.

Tanggal 24 Mei 2002
Harian ompas terbitan Jakarta memberitakan penghancuran gedung Mega Etra.

Tanggal 27 Mei 2002
BWS mengirim surat kepada Gubernur Sumatera Utara dan Walikota Medan mengenai penghancuran gedung Mega Eltra. Dan melakukan hubungan telepon untuk membuat janji bertemu dengan pihak pemilik baru gedung Mega Eltra yang telah dijual PT. Mega Eltra kepada Suwandi Wijaya dan Edy Johan (Lim Lie Tju) dari PT. Sewangi Surya Permai di Medan, namun ditolak. Kemudian BWS minta bantuan Perhimpunan Indonesia Tiongha (INTI) Sumatera Utara untuk menjadi mediator membicarakan masalah penghancuran gedung Mega Eltra dengan pihak pemilik. BWS membuat petisi dengan mengumpulan tanda tangan dari warga kota Medan yang menolak penghancuran Gedung Mega Eltra. Dan harian Portibi DNP memberitakan penghancuran gedung Mega Eltra.

Tanggal 28 Mei 2002
BWS mengirim surat kepada harian Anilisa dan Medan Bisnis mengenai penghancuran gedung Mega Eltra.

Tanggal 29 Mei 2002
Direktur Eksekutif BWS bertemu dengan Pemimpin perushaan harian Medan Bisnis mengenai penghancuran gedung Mega Eltra.

Tanggal 30 Mei 2002
Kembali BWS bertemu dengan Pemimpin Redaksi Harian Analisa. Dan Direktur Eksekutif BWS diwawancarai oleh Reporter Kiss FM mengenai penghancuran gedung Mega Eltra.

Tanggal 31 Mei 2002
BWS kembali mengirim surat kepada pihak pemilik meminta agar pemilik menyelamatkan Fasade atau bagian depan gedung Mega Eltra. Dan Direktur Eksekutif BWS kembali di wawancarai oleh Reporter Radio Prapanca FM, serta BWS bertemu dengan rekan-rekan di Yayasan Kibar dan Konsorsium LSM-NGOs Sumatera Utara di Jalan Teratai No. 26 Medan.

Tanggal 2 Juni 2002
BWS diwawancarai Radio Sonya FM mengenai gedung Mega Eltra. Dan dikantor BWS telah hadir rekan-rekan LSM, antara ain Habitat Seni Lak-lak, Yayasan Kibar, Yayasan Citra Keadilan, Jurusan Arsitektur USU, dan IAI Sumut. Hasil rapat ini menegaskan untuk segera menggelar aksi jalanan yang damai, tetapi sebelumnya telah disepakati untuk menggelar konfrensi pers. Oleh Direktur Eksekutif BWS menghubungi via telepon Bang Arbain (Koordinator Harian Kompas di Medan) untuk memperoleh fasilitas pertemuan, dan oleh Bang Arbain di izinkan untuk menggelar konfrensi pers di kantor Harian Kompas Medan, jalan K.H. Wahid Hasyim Medan. Akhirnya konfrensi pers dapat dilaksanakan dari jam 16.00 s.d. 17.30 WIB dan dihadiri oleh para jurnalis harian terbitan Medan dan Jakarta, serta Reporter dan kameramen televise dan radio di Medan dan Jakarta. Dalam acara tersebut, terjadi juga dialog antara jurnalis dan LSM yang hadir tentang tindak lanjut penyelamatan gedung Mega Eltra secepat dan sesegera mungkin. Dan disepakati besok untuk Aksi Damai ke DPRD Medan serta Long March ke Gedung Mega Eltra jalan Brigjend Katamso No. 52-54 Medan. Terpilihah Manajemen Aksi Damai besok, sebagai Koordinator Aklsi Efrizal Adil (Yayasan Kibar), Koordinator-Koordinator lapangan masing-masing satu orang dari lembaga/Ornop yang bergabung dalam aksi, untuk logistic ditangani oleh Azhari Yamani, Muhammad Darmawan, dan Era Purike (BWS), Kronologis Aksi ditangani oleh Syofyan (Yayasan Pekat), Kurir Aksi dipercayakan kepada Muslim (Yayasan Pekat), sedangkan Tim Delegasi adalah Hasti Tarekat, Azhari Yamani, Muhammad Darmawan (BWS), Efrizal Adil dan Zukifli Pelly (Yayasan Kibar), Marjoko (Yayasan Citra Keadian), dan satu orang dari utusan Mahasiswa Arsitektur USU, serta dua orang dari utusan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan. Perlengkapan aksi yang tersedia berupa spanduk, news letter, poster, toa, dan lainnya. Dan pada hari ini juga kelompok LSM, Ornop dan Mahasiswa ini menamaan dirinya “Masyarakat Peduli Bangunan Bersejarah” atau disingkat dengan “MPBB”.

Tangga 3 Juni 2002
Aksi Damai dan Long March di mulai dari Gedung DPRD Medan tepat pada jam 10.00 WIB. Aksi demonstrasi ini mendapat tanggapan secara spontanitas dari DPRD Medan dan tim delegasi di terima langsung oleh Ketua DPRD Medan H. Tom Adlin Hajar, Wakil Ketua H. Syahdansyah Putra, Ketua Fraksi PDI-P DPRD Medan O.K. Azhari, Sekretaris Dewan dan Ketua Komisi D DPRD Medan. Pada pertemuan tersebut Ketua DPRD Medan melalui Hand Phone menghubungi Suwandi Wijaya, Dinas Tata Kota dan Bangunan, Dinas Penertiban dan beberapa pejabat Pemko Medan. Diakhir pertemuan Ketua Dewan berjanji akan memanggil pemilik gedung baru Mega Eltra, serta Pemko Medan untuk dengar pendapat serta menghentikan penghancuran Gedung Mega Eltra. Pada hari ini Walikota Medan sedang berada di Bali, Wakil Waikota Medan di Jepang dan Sekretaris Daerah Pemko Medan juga diluar kota. Dan atas desakan tim delegasi untuk mengajak Ketua dan anggota dewan terhormat untuk aksi long march ke Gedung Mega Eltra pada hari ini, namun Ketua DPRD Medan menegaskan bahwa besok akan turun ke lokasi penghancuran gedung Mega Eltra bersama komisi D dan komisi A DPRD Medan. Dan terungkap juga berkas pengajuan revisi Perda No. 6/1988 dari BWS kepada DPRD Medan (diserahkan pada tahun 1999 yang lalu) tidak ada, bahkan Sekwan DPRD Medan berdalih dalam pembelaan dirinya. Aksi dilanjutan dengan Long March dari DPRD Medan menuju Gedung Mega Eltran (lebih kurang 10 Km). Sepanjang perjalanan peserta aksi membagi-bagikan news letter. Sesampai di Lokasi Gedung Mega Eltra para pekerja (Yonif I/BB) menghentikan aktivitas mereka dan membiarkan peserta aksi memasuki gedung yang mulai dihancurkan, keutuhan gedung tingga 70%.

Tanggal 4 Juni 2002
Kembali Harian Analisa, Detik.com, Komatkamit.com, SIB, Waspada, Mediator, dan liputan di Radio Prapanca FM, Kiss FM, Sonya FM, serta berita di Metro TV dan TPI tentang penghancuran Gedung

Tanggal 5 Juni 2002
Akhirnya DPRD Medan yang diwakili oleh Komisi A, dan Komisi D; disertai jajaran Pemko Medan (Dinas Tata Kota & Bangunan, Penertiban, dan Bappeda) langsung turun kelokasi. Tim MPBB telah hadir lebih dahuu dilokasi (Hasti Tarekat dan Muhammad Darmawan). Bapak Letkol B.N. Tanjung dari Fraksi TNI/Polri meminta kepada Komandan Lapangan Triyanto untuk menhentikan penghancuran, namun dilapangan pekerjaan penghancuran terus berlanjut (disaksikan oleh anggota Dewan). Jawaban Komandan Lapangan adalah ‘penghentian penghancuran akan di laksanakan apabila ada surat dari Pemko Medan. Oleh anggota Dewan ditanyakan surat izin pembongkaran gedung atau surat-surat izin lain yang berkenaan dengan penghancuran gedung Mega Eltra. Oleh Komandan lapangan dan Petugas dari PT. Sewangi Surya Permai tidak dapat dilihatkan atau tidak memiiki selebar surat apa pun untuk pembongkaran dan penghancuran gedung Mega Eltra. Jawaban mereka adalah “Kami disini atas perintah Komandan”. Selepas kunjungan langsung Tim MPBB melakukan aksi duduk di lokasi gedung Mega Eltra (Hasti Tarekat, R. Hendy Handoyoko, Efrizal Adil, Alfarobbi, Irwansyah Putra, Muhammad Darmawan, dan Azhari Yamani), dan aksi ini membuahkan hasil yang baik, terbukti para pekerja dan prajurit tidak melakukan aktivitas penghancuran gedung Mega Eltra. Pada saat kunjungan anggota dewan dihalaman gedung terihat alat-alat berat berupa Scopel dan beko milik Yon Zipur I/BB. Diluar gedung banyak para wartawan, reporter dan aktivis LSM/NGO yang hadir di lokasi Mega Eltra untuk memberi dukungan moral kepada Tim MPBB dalam aksi duduk.

Tanggal 6 Juni 2002
Aksi duduk terus dilanjutkan (Hasti Tarekat, Muhammad Darmawan, dan lima orang mahasiswa Arsitektur ITM Medan) terutama niat dan tekad yang kuat dari Hasti Tarekat yang secara psikologis dilakukan tindakan-tindaan terror dari pekerja seperti dengan sengaja meletakkan sisa pecahan batu bata gedung di depan Hasti Tarekat dan kawan-kawan sedang duduk, serta sorak dan tepuk tangan dari para pekerja apabila berhasil merubuhkan bangunan dengan bantuan scopel dan beko Yon Zipur I/BB. Tangis , khawatir akan jiwa, waspada akan terror, dan kesal saling berkecamuk di dalam hati Tim MPBB saat itu. Dan pagi ini juga sebagian tim MPBB melakukan penekanan kepada DPRD Medan dan diterima oleh Wakil Ketua DPRD Medan H. Syahdansyah Putra beserta Sekwan, C.P. Nainggolan, dan Komisi A di ruang kerja Wakil Ketua. Tim MPBB (Efrizal Adil, Abdul Manan M. Lubis, Syofyan, dan Muslim) meminta kejelasan Surat Penghentian Pembongkaran Gedung Mega Eltra seperti janji Ketua Dewan akan meminta Pemko Medan mengeluarkan Surat Penghentian pembongkaran. Menurut Sekwan DPRD Medan telah meayangan surat pemanggilan kepada Suwandi Wijaya dkk, dan oleh pihak Suwandi Wijaya telah dibalas surat pemanggilan tersebut melalui Kuasa Hukumnya ‘Refman Basri, SH, MBA., yang isi suratnya menyatakan bahwa Suwandi Wijaya tidak berada di Medan dan tidak dapat memenuhi panggian DPRD Medan. Kemudian Tim MPBB menelusuri surat penghentian tersebut sampai ke Kantor Walikota Medan, dan hasilnya tetap saja tidak ada.

Tanggal 7 Juni 2002
Tim MPBB (Hasti Tarekat, M. Darmawan, Azhari Yamani, Zulkifli Pelly, Era Purike, Efrizal Adil, Syofyan, Muslim, Herry Abdianto, dan dua orang rekan dari LBH Medan serta tiga orang mahasiswa Arsitektur ITM) kembai pagi ini menemui Wakil Ketua DPRD Medan H. Syahdansyah Putra. Dari pembicaraan tersebut arahnya kembali ke Pemko Medan. Maka Tim MPBB melangkahkan kaki menuju kantor Walikota Medan. Diterima oleh Staff Humas Pemko Medan, serta diperoleh informasi bahwa surat penghentian dimaksud sudah siap sejak hari Kamis (6/6). Dan terjadi dialog antara staff Humas dengan Bapak Yusar (Kadis Penertiban Pemko Medan) yang disaksikan Tim MPBB, tetapi diketahui bahwa surat tersebut masih di tangan Sekretaris Daerah pemko Medan. Sedangkan Pihak Dinas Penertiban belum memperoleh surat tersebut sehingga belum dapat diserahan kepada Pemilik gedung Mega Eltra. Akhirnya, tepat jam 17.00 WIB Kadis Penertiban drs. Yusar yang dihubungi melalui Handphone oleh Hasti Tarekat menyatakan bahwa surat penghentian pembongkaran gedung Mega Eltra sudah beliau terima dan saat ini staff Dinas Penertiban sedang menuju ke Lokasi Gedung Mega Eltra, apabila pihak MPBB berkeinginan menyaksikan silahkan langsung lihat penyerahan surat tersebut. Lebih kurang 30 menit staff Dinas Penertiban dan Tim MPBB (Hasti Tarekat, M. Darmawan, Efrizal Adil, Alfarrobi, dan Zulfi Anhar) menunggu kehadiran pemilik gedung baru Mega Eltra, dan sebelumnya Staff Dinas Penertiban ingin masuk ke lokasi gedung namun pintu tidak dibuka sama sekali oleh pegawai PT. Sewangi Surya Permai. Dan tidak lama kemudian hadir kuasa hukum PT.

Efrizal Adil Lubis
efrizal@ayhoo.com

Tidak ada komentar: